Walau usianya tak lagi muda, para lansia pejuang nafkah ini masih tetap berikhtiar demi bisa melanjutkan hidup dan mencukupi kebutuhan keluarganya.

Ramadan tiba! Artinya hilal THR semakin dekat. Di saat para pekerja kantoran senyum berseri menanti THR, para pejuang nafkah di jalanan hanya bisa gigit jari.

Tak ada THR untuk mereka. Hasil dari peluh yang mereka emban tiap hari pun terkadang hanya cukup untuk makan keluarga ala kadarnya.

Ini Abah Inen. Di tengah terik matahari, tubuh yang sudah tua renta bercucuran keringat dan dipenuhi rasa pegal di kaki. Namun tidak membuat ia berhenti mengayuh sepeda tuanya yang bertuliskan sol sepatu.

Belasan kilometer harus Abah Inen tempuh tanpa mengeluh. Walau banyak rintangan yang ia hadapi, hanya satu kalimat yang keluar dari mulut Abah yaitu anak dan istri harus makan.

Tak banyak yang didapat per harinya, hanya sekitar 15-50 ribu rupiah. Itupun jika ada yang menggunakan jasanya. Seringnya Abah pulang tanpa membawa uang sama sekali.

“Ya ginilah usaha Abah, gak kayak dulu. Sekarang mah paling Abah ngandelin sol sepatu futsal anak-anak aja, kalau yang dewasanya mah udah jarang,”

*
Pak Kusnadi, tepatnya pada tahun 1999 mengalami kecelakaan saat menjadi kondektur bus. Kakinya remuk sehingga harus diamputasi hingga 2 kali!

Sehari-hari bapak harus merayap pelan-pelan karena tak punya kaki. Mengesot pun butuh tenaga ekstra baginya.

Dengan kondisi kesulitan bergerak, Pak Kusnadi tidak menyerah. Ia jualan nougat dan kerupuk pakai kursi roda. Sebab ada istri dan ibu yang sudah renta yang harus ia hidupi.

Saat berjualan, seringkali dagangannya sepi dan tak ada pembeli seharian. Jadi Pak Kusnadi hanya bisa pulang tanpa membawa seperak pun uang.

Abah Dadang (57 tahun), penjual agar-agar dan mainan anak. Sejak lahir Abah sudah memiliki keterbatasan fisik.

Di usianya yang semakin renta dan dengan kondisi fisik yang terbatas, Abah masih keliling hingga 20 km dengan berjalan kaki demi menafkahi istrinya.

Padahal penghasilannya dalam sehari tidak tentu, hanya berkisar 20-30 ribu, belum ongkos.

Sekarang pun abah sering mengalami kendala tidak ada modal untuk memperbanyak barang yang ia jual, dengan harapan pendapatannya pun bisa lebih banyak.

Terlahir dengan wajah penuh benjolan dan hidup penuh ejekan.

Pak Sukma, sejak kecil wajahnya dipenuhi banyak benjolan. Namun karena tidak ada biaya berobat, ibu dan ayahnya tak membawanya berobat. Bahkan tak ada yang mengetahui penyakit apa yang diidap oleh Pak Sukma hingga saat ini.

Ayah sudah meninggal, ibunya sepuh. Pak Sukma menyanggupi jadi tulang punggung keluarga.

Hari demi hari dilalui Pak Sukma dengan rasa perih! Sembari menahan rasa sakit di dalam hatinya, memeluk diri menerima kenyataan. Kenapa orang-orang tega mengejek dan mengucilkannya?

“Bapak ikhlas, gak marah kalau ada yang bully & hina, asal ibu bisa makan,”

Untuk menghidupi ibunya, Pak Sukma berjualan kerupuk keliling. Setiap hari beliau berjualan dari jam 7 sampai sore sekitar jam 4.

Keuntungan dari hasil jualan sangat kecil, 1 kerupuk yang ia jual hanya seharga 500 rupiah. Bila laku terjual, Pak Sukma bisa mendapat 15 ribu dalam sehari untuk ia belikan nasi untuk makan bersama ibunya.

Sahabat, di moment Ramadan yang penuh dengan keberkahan, maukah kamu ikut patungan memberikan THR untuk para lansia pejuang jalan seperti Abah Inen, Pak Kusnadi, Abah Dadang dan Pak Sukma?

Dengan patungan darimu, insyaAllah Ramadan tahun ini para lansia pejuang jalanan dan keluarganya bisa lebih bersukacita untuk menyambut lebaran.

Klik "DONASI" dan berikan donasi terbaikmu.

Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk pemberian THR berupa kebutuhan pokok pangan dan sandang untuk para lansia pejuang jalanan. Donasi yang terkumpul lebih akan disalurkan untuk membantu penerima manfaat lain serta keberlangsungan program sosial kemanusiaan di bawah naungan Yayasan Sahabat Beramal Jariyah.

Donatur	3
Donasi	Rp120.000
Tersalur	Rp0
Penerima