Momen Qurban adalah momentum berbagi yang diajarkan Allah melalui ketaatan Nabi Ibrahim a.s.

Tak semua orang bisa merasakan pengalaman berqurban sebagaimana dianjurkan. Masih banyak masyarakat di luar sana yang ingin memiliki pengalaman itu.

Bagi sebagian orang terutama di daerah terpencil, mengonsumsi daging adalah suatu hal yang mewah. Apalagi bagi para pejuang nafkah yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Contohnya Aki Omo, sudah setengah abad ia hidup sendirian. Istrinya meninggal dunia 56 tahun yang lalu. Demi bisa bertahan hidup, berbagai aktivitas aki lakoni, seperti menjadi tukang bajak sawah, berjualan di pasar hingga jadi penjual bambu keliling.

Aki Omo berjualan jalan kaki keliling dari satu kampung menuju kampung lain bahkan hingga perkotaan. Jarak yang ditempuh bisa sampai 35 km. Setiap hari tubuh rentanya terbiasa membawa 3-4 buah bambu dengan panjang kurang lebih 10 meter.

Untung dari 1 bambu paling besar biasanya 20 ribu. Hebatnya, meski uang aki sangat pas-pasan untuk makan, bayar rumah sewaan, aki tidak ragu untuk memberi makan & merawat 7 kucingnya.

Karena aki tahu kucing-kucing ini hanya punya aki untuk bertahan hidup. Meski aki hanya makan dengan garam dan nasi saja karena tidak ada lauk dirumah.

“Awalnya saya dapat kabar dari orangtua kalau di pulai ini gak ada sama sekali guru ngaji. Saya merasa terpanggil untuk mengabdikan diri di sini. Jangan sampai anak di daerah terpencil gak kenal huruf-huruf Al Quran,” (ustadz Suhada)

Sejak tahun 1997 lalu, Ustadz Suhada hijrah dari Karawang menuju pulau terpencil di Kabupaten Cilacap demi menunaikan panggilan hati untuk mengabdikan diri sebagai guru ngaji.

Ustadz Suhada merupakan sosok yang tangguh dan semangat dalam menyebarkan syiar islam kepada masyarakat. Berkat semangatnya, anak-anak di pulau Bondan bisa belajar mengaji meski tak ada sepeserpun yang ia terima dari murid-muridnya.

Di luar aktivitas dakwahnya, sehari-hari Ustadz Suhada bekerja sebagai pencari kerang totok di sungai dan rawa. Nahas upah yang ia peroleh tak seberapa jika dibandingkan dengan beratnya usaha yang ia lakukan.

Seharian bekerja, beliau hanya mampu memperoleh upah 17 ribu rupiah. Itupun dengan hasil tangkapan yang baru bisa dijual pada hari ketiga setelah diolah. Kendati demikian beliau tetap semangat dalam mencari nafkah untuk istri dan 3 anaknya.

Sekuat tenaga ia kerahkan agar anak-anaknya tak kesulitan berangkat sekolah karena tak punya ongkos untuk naik perahu maupun makan alakadarnya.

Menjadi guru ngaji memang tidak menjanjikan Ustadz Suhada hidup sejahtera. Akan tetapi ia ingin terus berdakwah, mengajarkan ilmu islam dan Al Quran untuk masyarakat.

Di momen Idul Adha 2024 ini, yuk jadikan Qurban tahun ini sebagai momentum untuk lebih banyak berbagi, terutama kepada pejuang nafkah seperti Aki Omo dan Ustadz Suhada yang masih hidup di bawah garis kemiskinan dengan sedekah daging qurban.

Dengan selembar Rp50,000 insyaaAllah para lansia miskin terlantar bisa ikut berbahagia di momen Idul Adha tahun ini.

Klik "DONASI" dan berikan donasi terbaikmu.

Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk pembelian hewan qurban yang kemudian akan dibagikan kepada para pejuang nafkah. Donasi yang terkumpul lebih akan disalurkan untuk membantu penerima manfaat lain serta keberlangsungan program sosial kemanusiaan di bawah naungan Yayasan Sahabat Beramal Jariyah.

Donatur	40
Donasi	Rp1.006.000
Tersalur	Rp0
Penerima