Sejak lima tahun lalu, Mak Mimin sudah mengasuh Ayu—cucu piatu yang kini duduk di bangku kelas 6 SD, yang hidup bersama mak mimin di kontrakan kecil kini telah menunggak dua bulan.

Ayu kehilangan ibunya karena penyakit lambung kronis saat usianya baru menginjak tujuh tahun. Sejak itu, Mak Mimin tak hanya menjadi nenek, tapi juga pengganti ibu yang setiap hari berjuang agar Ayu tetap bisa sekolah dan tak merasa kehilangan kasih sayang.

Ayah Ayu bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Caringin. Ia biasa pulang sebulan sekali, tapi kini sudah dua bulan belum pulang. Hasil kerjanya makin sulit, bahkan untuk sekadar memberi makan anak dan ibunya. Kadang ia hanya bisa mengirim uang Rp50 ribu setiap dua hari—dan jika sedang benar-benar tidak ada, ia meminjam pada teman-temannya demi Ayu dan Mak Mimin.

Karena kiriman itu tidak mencukupi kebutuhan harian, Mak Mimin kembali berjualan gorengan. Padahal, usia renta dan penyakit asam urat yang dulu membuatnya nyaris lumpuh selama setahun, masih kerap kambuh. Dahulu, ia sempat berhenti jualan karena tak kuat berjalan. Dua kali berobat ke dokter dibantu iuran dari anak-anak dan tetangga, tapi tak mampu melanjutkan pengobatan karena biaya yang besar. Satu-satunya perhiasan pun dijual demi pengobatan.

Kini, berkat pengobatan mandiri dan doa dari ustadz, kondisinya membaik. Ia kembali berjualan, ditemani Ayu yang dengan tulus menggandeng tangan sang nenek saat berjalan agar tak terjatuh. Ayu bahkan rela menemani Mak Mimin karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan.

Setiap hari pukul 8 pagi hingga 12 siang—jika tak hujan, hingga sore—Mak Mimin menjajakan gorengan. Penghasilan yang didapat rata rata Rp35–50 ribu per hari, itu pun belum dikurangi modal. Tapi semuanya ia sisihkan untuk Ayu dan dan kebutuhan kecil yang lain.

Motivasi Mak Mimin sederhana “Emak punya cucu banyak yang masih sekolah. Emak gamau mereka sampai putus sekolah karena nggak ada biaya,” katanya lirih.

Selain Ayu, Mak Mimin juga membantu anak bungsunya, Bu Tika, yang tinggal di dekat kontrakan dan memiliki lima anak yang semuanya masih sekolah. Suaminya juga kuli panggul, dan Bu Tika yang tengah sakit jantung tetap berjualan jajanan SD demi menyambung hidup. Mak Mimin tahu betul beratnya, apalagi saat anaknya sesak napas hingga tak kuat berjalan.

Namun semua tak sebanding dengan beban terberat Mak Mimin menunggak kontrakan dua bulan, senilai Rp1.240.000 termasuk air dan sampah. Saat tak punya beras di bulan Ramadhan kemarin, ia dan Ayu hanya berbuka dengan air putih selama dua hari. Meski begitu, Ayu tetap berpuasa dengan ikhlas, tanpa mengeluh sedikit pun.

Ayu, yang bercita-cita menjadi pramugari, punya satu teman setia di rumah yaitu seekor kucing yang ia rawat sejak kecil. Kucing itu jadi tempatnya bercerita, menggantikan sosok ibu yang sudah tiada. Ia tak pernah bercerita soal sedihnya ke Mak Mimin karena takut sang nenek ikut merasa terbebani.

Bantuanmu bisa jadi penyambung napas bagi Mak Mimin dan cucu piatunya. Yuk, bantu Mak Mimin agar tetap bisa berjualan meski di usia senja

Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu Mak Mimin melunasi tunggakan kontrakan, memenuhi kebutuhan harian bersama cucu piatunya, serta memberikan modal usaha agar beliau bisa tetap berjualan dari rumah tanpa harus keliling di usia senja. Insya Allah, jika ada kelebihan dana, akan disalurkan kepada penerima manfaat lain melalui program-program kemanusiaan Yayasan Sahabat Beramal Jariyah.

Donatur	58
Donasi	Rp3.015.000
Tersalur	Rp0
Penerima