“Dada abah sering sesek kalau jalan jauh, kaki juga suka keram. Jadi sekarang abah cuma kuat keliling deket-deket rumah aja…” Suara itu lirih, nyaris tenggelam oleh derit alat patri yang tergantung di bahunya.

Abah Sumarna, 83 tahun, masih setia menapaki jalan kampung setiap pagi. Membawa alat berat tambal panci, berharap ada satu-dua warga yang memanggil jasanya. Sekali dua kali orang lewat namun tak satu pun menoleh. Dunia sudah berubah, dan profesi tukang patri kini nyaris hilang ditelan zaman.

“Kalau lagi sepi, ya pulang bawa capek aja. Kadang ada yang ngasih 30 ribu, tapi sering juga gak dapet sama sekali…”

Sudah empat tahun Abah menjadi tukang patri. Bukan karena pilihan, tapi karena keadaan. Usia senja dan penyakit jantung tak menghentikannya untuk tetap mencari nafkah. Ia tinggal di sebuah kontrakan kecil bersama anak sulungnya, Bu Ayunita (35 tahun), dan tiga cucu yang masih butuh banyak perhatian.

Dua tahun lalu, menantu Abah meninggal dunia. Sejak itu, Ayunita tak lagi bekerja.

“Sebenernya gak tega liat abah keliling bawa alat berat… Tapi ekonomi lagi susah, ibu juga belum dapet kerja…”

Di usianya yang lemah dan renta, Abah bukan hanya menanggung beban tubuhnya yang sakit tapi juga beban keluarga. Ia tak ingin cucunya kelaparan. Tak ingin mereka merasa berbeda dari anak-anak lain yang bisa jajan dan bermain dengan ceria.

“Kadang cucu pengen jajan, tapi abah gak punya. Tetep abah kasih… walau cuma seribu dua ribu."

Namun di balik semangatnya, ada luka yang ia pendam. Sudah tiga bulan kontrakan tertunggak. Pernah juga Abah dituduh curang oleh tukang patri lain, hanya karena tak tega meminta bayaran dari pelanggan lansia.

“Abah malu kalo ditagih kontrakan, tapi abah juga bingung… jarang yang panggil jasa abah sekarang…”

Harapan Abah sederhana, bisa buka usaha kecil di rumah warung kelontong atau konveksi. Bisa berhenti keliling sambil menahan sakit dan menyenangkan cucunya. Abah Sumarna seharusnya sudah duduk tenang menikmati masa tua. Tapi kenyataan memaksanya berjalan menahan sesak dan nyeri.

Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk memberikan modal usaha Abah Sumarna, memenuhi kebutuhan sehari-hari abah sumarna dan keluarga serta memberikan biaya pengobatan hingga pemulihan abah. Jika terdapat kelebihan dana, akan disalurkan kepada penerima manfaat lainnya di bawah naungan program Yayasan Sahabat Beramal Jariyah.

Donatur	73
Donasi	Rp2.010.000
Tersalur	Rp0
Penerima