Di usianya yang sudah menginjak 80 tahun, Abah Bibin masih harus menjalani hari-hari yang penuh kepahitan. Tubuhnya rapuh, tulangnya mengalami pengapuran sehingga ia hanya bisa berjalan berjongkok atau merayap sambil berpegangan pada dinding kayu rumahnya yang lapuk. Sesekali ia meringis, menahan perih di lambung yang sering ia biarkan kosong karena tidak ada makanan yang bisa dimakan.

Hidup Abah kian berat sejak sang istri meninggal dunia 40 hari lalu. Rasa rindu yang terus membekas membuat air matanya sering tak tertahan. “Abah masih suka kebayang-bayang kangen. Istri Abah selalu ada buat Abah, berjuang bareng. Sedih…” ucapnya lirih. Penyesalan terbesar yang Abah simpan adalah tak sempat membahagiakan istri semasa hidupnya.

Kini, dengan sisa tenaga, Abah tetap berusaha berjualan ayam hidup. Dari setiap ekor yang laku, ia hanya mendapat upah Rp5.000 uang yang ia kumpulkan untuk membeli beras. Makan dengan nasi tanpa lauk pun sudah cukup membuatnya bersyukur. Namun, tak jarang ia harus bertahan dengan sisa mie semalam yang dicampur garam dan air, sekadar untuk mengganjal perut.

Meski serba kekurangan, Abah tetap teguh dalam ibadah. Shalat ia jalani sambil duduk, berdoa agar bisa terus kuat menghadapi hidup. Ia juga masih menyimpan satu keinginan besar: ingin berkurban sebagai wujud cintanya pada almarhumah istrinya sebuah cita-cita yang tak sempat ia wujudkan semasa istri masih hidup.

Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari Abah Bibin, biaya pengobatan penyakit lambung dan pengapuran tulang, serta memperbaiki rumahnya yang sudah rapuh agar lebih layak ditinggali dan membantu mewujudkan cita-citanya. Jika terdapat kelebihan dana, akan disalurkan kepada penerima manfaat lain yang berada di bawah naungan program Yayasan Sahabat Beramal Jariyah.

Donatur	92
Donasi	Rp1.880.000
Tersalur	Rp0
Penerima