Di balik tembok pesantren yang hampir roboh, ada anak-anak yang sedang menghafal Al-Qur’an.
Di sudut masjid sederhana yang retak, ada ustadz yang terus menyampaikan ilmu, meski tak digaji bulanan.
Di tengah keterbatasan, mereka tak menyerah menjaga cahaya iman umat. Tapi bisakah mereka terus bertahan… tanpa kita?

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Di berbagai pelosok negeri, masih banyak guru-guru yang mengajar mengaji tanpa adanya kepastian penghasilan, mereka rela mengorbankan kesejahteraan duniawinya untuk melakukan amalan jariyah dengan menjadi guru mengaji secara sukarela. Mereka berdedikasi mengajarkan huruf demi huruf Al-Qur’an kepada anak-anak desa, tapi hidup dalam kesederhanaan, bahkan kekurangan. Sebagian dari mereka tak punya motor untuk mengajar ke kampung sebelah, atau harus bekerja sambilan sebagai buruh demi bisa makan hari itu.

Masjid-masjid di daerah terpencil juga menghadapi banyak keterbatasan.

Ada yang hanya beratap seng, beralaskan tanah, atau tanpa penerangan.

Ada yang sudah tidak mampu menampung jamaah, tapi perlu waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan dana renovasi.

Sementara itu, kebutuhan dasar seperti pengeras suara, karpet layak, atau tempat wudhu yang bersih sering kali belum terpenuhi.
Lembaga-lembaga pendidikan keislaman seperti madrasah dan pesantren pun tak lepas dari tantangan. Bangunan yang sudah tua, fasilitas minim, dan keterbatasan ruang membuat para santri belajar dalam kondisi yang tidak ideal. Beberapa pesantren harus berbagi kamar mandi satu untuk puluhan santri, atau tidur berdesakan dalam satu ruangan kecil.
Semua ini adalah wajah nyata dari ketimpangan sosial-islami yang jarang tersorot. Mereka tetap menjalankan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai keimanan umat, meski dalam keterbatasan.“Ketahanan Iman” adalah ajakan untuk berinfak, bukan hanya sebagai ibadah pribadi—tapi sebagai benteng sosial umat Islam. Karena ketahanan iman umat tidak cukup dijaga dengan doa—ia perlu tindakan nyata, dukungan nyata, dan kepedulian bersama.

Yuk kita lakukan mitigasi bencana dengan cara beramal disini. Ikuti caranya:

Klik tombol “Donasi”.
Masukkan nominal Infak Sahabat.
Masukkan data yang diperlukan.
Klik tombol “Lanjutkan”.
Pilih metode pembayaran (Kartu Kredit/Debit/Transfer Bank/Alfamart/GoPay/ShopeePay).
Klik tombol “Bayar Sekarang” dan selesaikan pembayaran.

Ajak keluarga dan kerabat lainnya untuk share link ini via WhatsApp dan Facebook.

Donatur	17
Donasi	Rp2.250.000
Tersalur	Rp0
Penerima