Satu bulan tidak makan nasi karena harus ganti rugi buah-buah yang rusak akibat dari bapak terjatuh.

"Menjalani hidup sebagai seorang difabel memang tidak mudah, Kang. Namun, saya harus menerima cobaan ini. Saya percaya Tuhan memberikan cobaan ini karena saya mampu menghadapinya," ucap Pak Didin dengan lirih.

Di usia 50 tahun, Pak Didin menjalani kehidupan sebagai pedagang buah keliling dengan keterbatasan fisik. Kondisi difabel yang dialaminya muncul beberapa tahun lalu, setelah ia harus kehilangan salah satu kakinya akibat komplikasi dari diabetes.

Setelah menjadi difabel, kehidupan Pak Didin berubah secara drastis. Dari yang sebelumnya bekerja sebagai sopir ekspedisi, kini ia harus berjuang sebagai penjual buah. Kehidupan pribadinya pun tak luput dari cobaan; keluarganya yang dulu bahagia dan utuh kini terpecah, karena istrinya memilih pergi dan tidak ingin hidup dengan suami yang memiliki keterbatasan fisik.

“Ketika istri dan anak-anak pergi, saya merasa dunia benar-benar hancur, Kang. Tapi setelah saya pikir-pikir, mungkin ini terjadi karena saya tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan keluarga seperti dulu,” ujar Pak Didin dengan nada lirih dan pasrah.

Menjadi pedagang buah keliling bukanlah perjalanan yang mudah bagi seorang difabel. Pak Didin bahkan bercerita bahwa saat harus memetik buah dari kebun, ia harus merangkak dengan susah payah.

“Kebun ini bukan milik saya, Kang. Saya hanya membantu tetangga untuk menjualkan buah-buahnya. Alhamdulillah, tetangga saya mau memberi saya pekerjaan, jadi saya masih bisa menyambung hidup,” katanya dengan rasa syukur.

Setiap hari, Pak Didin mengayuh sepeda bekas pemberian tetangga yang telah dirakitnya sendiri untuk menjajakan buah. Bagi kebanyakan orang, mengayuh sepeda adalah hal yang mudah, tetapi bagi Pak Didin, yang hanya bisa menggunakan kedua tangannya, ini menjadi tantangan besar. Sering kali, ia terjatuh bahkan hanya di tanjakan kecil karena kekurangan tenaga.

“Sering jatuh, jadi kadang buah yang saya bawa jadi rusak, Kang. Ada yang kena tanah, ada yang tergores batu, dan sebagainya,” keluh Pak Didin.

Sering terjatuh dan dengan jangkauan berjualan yang terbatas akibat kondisi fisik serta sepeda yang sudah tidak layak pakai, Pak Didin sudah tidak lagi terkejut jika suatu hari ia pulang tanpa mendapatkan penghasilan sama sekali.

Sahabat, impian Pak Didin sangat sederhana, yaitu memiliki motor khusus agar ia tidak perlu lagi mengayuh sepeda dengan susah payah. Dengan motor itu, beliau bisa memperluas jangkauan jualannya, meningkatkan pendapatan, dan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan lebih layak.

Pak Didin membutuhkan bantuan dari kita semua. Maukah kamu memberikan uluran tangan untuk membantu beliau?

Donatur	135
Donasi	Rp3.204.777
Tersalur	Rp0
Penerima