Blog Beramal Jariyah | Ulasan Lengkap Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah

Kumpulan artikel informatif dengan gaya bahasa modern yang mengulas berita islami mengenai Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah, baca hanya di Blog Beramal Jariyah

Ketentuan puasa Muharram
Uncategorized

Ketentuan Puasa Muharram Seperti yang Dianjurkan Rasulullah SAW

Di bulan Muharram, ada beberapa kelompok yang menyebutnya sebagai bulan Suro. Dimana kelompok ini mengganggap bulan Muharram identik dengan hal-hal berbau menyeramkan. Bagi yang mempercayai hal ini bahkan sengaja tidak melakukan hajatan di bulan ini karena ketakutan bisa mendatangkan sial.

Namun, untuk umat muslim, bulan Muharram justru menjadi bulan yang dimulikan hingga banyaknya anjuran untuk lebih giat lagi dalam beramal shalih.. Diantaranya dengan berpuasa. Di bulan Muharram ini dikenal yang namanya Puasa Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram yang termasuk dalam ketentuan puasa Muharram.

Mengenai anjuran puasa yang dicontohkan nabi di penghujung hayatnya ini, mari kembali kita cermati bagaimana sesungguhnya ketentuan puasa Muharram ini.

Baca juga: PPKM Darurat. Maqashid Syariah Jadi Alasan Muslim Harus Mematuhinya.

Anjuran berpuasa di bulan Muharram

ketentuan puasa muharram
(sumber foto: pexels.com/
RODNAE Productions)

Ketentuan puasa Muharram ada karena Rasulullah SAW pernah menganjurkannya. Beliau bersabda, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan sebagai berikut:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”

(HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah).

Menurut Imam Nawawi – rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim, 8: 55, hadits ini bisa dijadikan acuan mengenai penegasan ketentuan puasa Muharram sebagai sebagai bulan yang sebaik-baiknya berpuasa selain Ramadhan.

Selanjutnya, menjawab kesalahpahaman yang mungkin terjadi, Imam Nahwawi menyebutkan dua alasan mengapa Rasulullah terlihat lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban ketimbang di bulan Muharram.

  1. Menurut pandangannya, kemungkinan Nabi SAW baru mengetahui keutamaan puasa di bulan Muharram di akhir hayat hidupnya.
  2. Sementara lainnya bisa jadi karena beliau memiliki udzur (seperti sakit atau bersafar) ketika sedang berada di bulan Muharram ini. Sehingga tak sempat banyak berpuasa di bulan Muharram ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai ketentuan puasa di bulan Muharram ini sebagai puasa sunnah Mutlaq yang paling afdhol. Sementara untuk puasa muqouyyad (puasa yang ada kaitannya dengan waktu tertentu atau bulan Ramadhan) yang afdholnya adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Melihat dari sisi ini, puasa Syawal lebih afdhol daripada puasa Muharram. Melalui pemahaman ini ketentuan puasa puasa Muharram lainnya adalah posisi puasa Arafah yang juga bisa lebih baik ketimbang puasa Muharram sebagai puasa sunnah rutin.

Namun, sebagai contoh dapat dilihat beberapa sahabat yang gemar melakukan puasa Muharram, di antaranya seperti Umar, Aisyah, dan Abu Tholhah.

Baca juga: Kesalahan Amalan Dalam Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Bukan melakukan puasa satu bulan penuh

وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِى شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِى شَعْبَانَ

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan. Aku tidak pernah melihat beliau banyak puasa dalam sebulan selain pada bulan Sya’ban.”

(HR. Muslim no. 1156).

Berdasarkan ketentuan puasa Muharram di atas, umat muslim memang dianjurkan banyak berpuasa di bulan Muharram, namun bukan berarti harus berpuasa sebulan penuh saat di bulan Muharram. Puasa sebanyaknya untuk semampunya saja.

Puasa Asyura yang lebih dianjurkan

Seperti yang sudah disinggung di atas mengenai ketentuan puasa Muharram ini, yang lebih baik adalah puasa di tanggal 10 bulan Muharram. Sebagai mana yang dikatakan Abu Qotadah Al Anshori mengenai sabda Rasulullah berikut ini:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”

(HR. Muslim no. 1162).

Menyelisihi yahudi dengan berpuasa Tasu’a (9 Muharram)

Dalam sebuah riwayat, mengenai ketentuan puasa Muharram di hari ke-10 ini ada yang bertanya soal bagaiman dengan umat Nasrani dan Yahudi yang juga menjadikan hari-10 Muharram ini sebagai hari yang diagungkan juga.

Saat itu, Rasulullah SAW menjawab;

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”

Namun, belum sampai tahun depan Rasullah SAW sudah keburu wafat. Akhirnya, Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan disunnahkan untuk berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh tersebut. Mengingat, Rasullah berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat berpuasa juga pada hari kesembilan.

Selanjutnya, Ibnu Rajab mengatakan;

”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.”

(Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 99).

Itu dia pembahasan seputar ketentuan puasa Muharram yang bisa #SahabatAmal pahami. Semoga bermanfaat dan bisa membantu meluruskan kegundahan kita mengenai berpuasa di bulan Muharram yang mungkin sebelumnya masih kurang dipahami. Aaamiin Allahuma Aamiin.