Kesalahan Amalan dalam Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Firman Allah SWT, amalan yang diterima adalah yang showab (benar) serta ikhlas seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Jangan sampai menjadi pelaku bid'ah karena mengada-ngadakan suatu amal tanpa tuntunan sesuai.

Saat bulan Dzulhijjah mendekati akhir, tandanya umat muslim akan segera menyambut tahun baru Hijriyah, tahun barunya umat Islam, yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram. Menjadi momentum perayaan, menyambut tahun baru hijriyah ini ternyata masih banyak yang terjebak dalam kekeliruan.

Layaknya tahun baru masehi, masih banyak yang berpikir jika perayaannya harus dilakukan dengan cara meriah. Pesta kembang api, hingga makan besar-besaran di malam hari. Padahal, merayakan tahun baru masehi saja, seorang muslim tidak dianjurkan. Ditakutkan menjadi mengikuti suatu kaum. Merujuk pada hadits Rasulullah SAW, berikut ini.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”

(HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Perbuatan-perbuatan yang menyambut tahun baru hijriyah dengan memeriahkannya ini dianggap menyerupai apa yang dilakukan orang kafir.

Tak hanya dalam memeriahkannya, menyambut tahun baru hijriyah juga masih sering dilakukan dengan melakukan sejumlah amalan yang ketentuannya dalam syariat Islam tidak jelas bahkan tidak pernah dicontohkan sama sekali oleh rasulullah maupun sahabatnya. Jangan sampai malah menjerumuskan kita pada bid’ah.

Baca juga: Hukum Penyembelihan Hewan Qurban Tidak Disaksikan Pequrban

مِنْ عَلاَمَاتِ المُحِب للهِ مُتَابَعَةُ حَبِيْبِ اللهِ فِي أَخْلاَقِهِ وَأَفْعَالِهِ وَأَوَامِرِهِ وُسُنَنِهِ

“Tanda seseorang cinta pada Allah adalah mengikuti habibullah (kekasih Allah yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam akhlak, perbuatan, urusan dan sunnahnya.”

(Al I’tishom, 1: 152).

kesalahan amalan dalam menyambut tahun baru hijriyah
(sumber foto: pexels/Abdulmeilk Aldawsari)

Allah SWT tidak menerima sebuah amalan jika itu tidak termasuk ke dalam amalan yag showab atau benar. Juga dilakukan secara ikhlas sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sebagaimana dijelaskan dalam Al I’tishom 1:156.

Kekeliruan amalan menyambut tahun baru hijriyah

  • Doa awal dan akhir tahun

Perkembangan Islam saat ini memunculkan berbagai amal ibadah yang dikreasikan oleh umatnya dengan pemahaman yang kurang seperti berdoa menyambut tahun baru hijriyah ini. Padahal, menurut Syaikh Bakr Bin Abdillah Abu Zaid,

“Syariah Islam tidak pernah mengajarkan atau menganjurkan doa atau dzikir di awal tahun. Manusia saat ini banyak melakukan kreasi baru dalam hal amalan berupa doa, dzikir, atau tukar-menukar ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama bulan Muharram dengan sholat, dzikir atau doa, puasa akhir tahun dan sebagainya yang semua ini tidak ada dalilnya sama sekali.”

(Tashih Ad Du’a’, hal. 107).

Berdasarkan pemahaman di atas dan pembahasan lainnya, amalan untuk berdoa di akhir dan awal tahun sama sekali tidak ada tuntunannya. Rasulullah saja tidak mencontohkannya, begitu juga dengan para ulama besar dan penjelasannya pun tak bisa ditemukan di kitab mapun musnad mana pun.

  • Hukum berpuasa di awal dan akhir tahun

Ada sebuah hadits palsu yang beredar di umat  Islam sehingga masih sering dianggap benar.

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

(Hadits ini disebutkan oleh Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) dan Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam Al Mawdhu’at (2: 566).

Baca juga: Memahami Hukum Mewakilkan Kurban Dan Bolehkan Daging Kurban Disalurkan Ke Daerah Lain

Hadits ini diriwayatkan termasuk hadits lemah dan tak bisa dijadikan rujukan, alasannya:

  • Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181), dari Al Juwaibari dan gurunya -Wahb bin Wahb- yang meriwayatkannya ini termasuk pemalsu hadits.
  • Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) dijelaskan ada dua perowi yang merupakan seorang pendusta, meriwayatkan hadits ini
  • Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb adalah pendusta dan pemalsu hadits

Kesimpulan

Untuk menyambut tahun baru hijriyah ini sebagai umat Islam yang pasti perlu kita ingat adalah semakin berkurangnya sisa usia kita di dunia yang artinya semakin dekatnya kita dengan ajal. Dijadikan peringatan jika kehidupan di dunia hanyalah sementara, kehidupan yang kekal adalah di akhirat kelak.

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.”

(HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)

Baca juga: Dalil Tentang Qurban Untuk Satu Keluarga