Blog Beramal Jariyah | Ulasan Lengkap Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah

Kumpulan artikel informatif dengan gaya bahasa modern yang mengulas berita islami mengenai Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah, baca hanya di Blog Beramal Jariyah

Bolehkah berqurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia
Uncategorized

Berqurban Untuk Mayit, Bolehkah?

Memaknai Idul Adha, sebagai moment saat kita sebagai umat muslim bisa ikhlas dan mengorbankan apa saja milik kita yang pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Banyak, hikmah qurban yang bisa dirasakan, tak hanya soal beribadah qurban itu sendiri. Pastinya, kita mengharap qurban kita mendapat ridha dari Allah SWT.

Untuk itu, dalam menjalankan qurban juga memerlukan tuntunan hukum qurban beserta dalilnya, agar amalan qurban kita diterima oleh-Nya.

Termasuk, soal ketentuan mengatasnamakan hewan yang diqurbankan. Sebagai anak yang berbakti, setiap anak pastinya ingin tetap bisa memberikan manfaat bagi orang tuanya, bahkan setelah meninggal dunia. Untuk itu ada yang mengasumsikan dengan berqurban untuk mayit, maka kita bisa mengirimkan pahala amalan ini untuk menolong mereka.

Namun, apa dalil yang mendasarinya? Ada beberapa pendapat berbeda mengenai boleh atau tidaknya berqurban untuk mayit. Ada yang membolehkan saja, ada juga yang membolehkan dengan syarat.

Dalil yang membolehkan qurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia

Berdasarkan yang disampaikan oleh Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta, saat ada pertanyaan terkait bolehkah berqurban untuk mayit, para ulama Al-Lajnah ini memberikan jawaban, jika perkara ini termasuk dalam syariat.

Berqurban untuk mayit
(sumber foto: pexels.com/RODNAE Productions)

Dikarenakan berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia ini bisa dilihat dari sisi sebagai bentuk sedekah jariyah. Adapun dalil yang mendasarinya, berdasarkan hadits umum,

إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.”

(HR.Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i, Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad, dari Abu Hurairah).

Dengan begitu hadits inilah yang menjadi dasar jika berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia adalah boleh. Karena berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia bisa dikategorikan ke dalam bentuk sedekah jariyah. Amalan ini di dalamnya memiliki manfaat baik untuk yang berqurban maupun orang meninggal yang namanya digunakan sebagai atas nama.

Dalil yang mengatakan membolehkan dengan syarat

Dalil ini menurut mahzab Syafi’i sendiri ada perbedaan pendapat menganai berquban untuk mayit. Imam Nawawi rahimullah mengatakan berqurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia diperbolehkan, asalkan ada wasiatnya. Namun, jika wasiat ini tidak ada, maka tidak diperbolehkan.

Imam Nawawi Rahimullah, mengatakan:

إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ

“Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah qurban untuk mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.”

(Minhaj Ath-Thalibin, 3:333)

Dasar dari Imam Nawawi adalah ayat

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang diusahakannya.”

(QS. An-Najm: 39).

Ini artinya, mayit telah mengusahakan wasiat tersebut, sehingga menjadi diperbolehkan. Pendapat lainnya terkait ini juga diutarakan oleh penulis Kifayah Al-Akhyar, Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al-Hishni, pernyataannya dianggap serupa, yakni:

وَلاَ يَجُوْزُ عَنِ الميِّتِ عَلَى الأَصَحِّ إِلاَّ أَنْ يُوْصَى بِهَا

“Tidak boleh qurban itu diniatkan atas nama mayit menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat ulama Syafi’iyah. Dibolehkannya, hanya ketika adanya wasiat.”

(Kifayah Al-Akhyar, hlm.579).

Ketika ada pernyataan “alal ashah”, artinya terdapat perselisihan kuat di dalam mahzah Syafi’i. Apa yang dikuatkan ini adalah seperti pendapat yang tersebut di atas.

Pendapat lain mengenai berqurban untuk mayit yang berbeda ini, seperti yang disampaikan oleh Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini. Beliau menjelaskan pendapat Iman Nawawi soal berkurban atas nama orang yang sudah meninggal dunia masih dianggap sah. Itu termasuk ke dalam sedekah (lihat Mughni Al-Muhtaj, 4: 390.)

Pendapat Al-Khatib Asy-Syarbini ini kembali merujuk pada fatwa Al-Lajnah seperti yang disebutkan sebelumnya di awal.

Itu dia penjelasan hukum qurban berserta dalilnya soal berqurban mengatasnamakan orang yang sudah meninggal dunia. Ternyata, memang ada perbedaan pendapat mengenai hal ini, namun perlu diingat, untuk siapa pun kita berqurban yang paling penting adalah ikhlas dahulu.

Wallahu waliyyut taufiq. Walhamdulillahi robbil ‘alamin.